KHASIAT DAN MANFAAT LIDAH BUAYA
SEBAGAI
TANAMAN OBAT TRADISIONAL
Oleh :
ISMAYANI
F1F110074
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis memperoleh kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan tugas karya
tulis ilmiah ini.
Penghargaan yang tulus dan ucapan
terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluuh pihak,
khususnya kepada bapak dosen atas kebijaksanaan dan kesediaannya dalam
membimbing sehingga tugas karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas
keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan tugas karya
tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan ini.
Kendari, Januari
2011
Penulis
|
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………………..i
DAFTAR
ISI………………………………………………………………………ii
BAB I. PENDAHULUAN
I.1.
Latar Belakang……………………………...…………………………1
I.2.
Rumusan Masalah……………………………………………………..2
I.3.
Tujuan…………………………………………………………………2
I.4.
Manfaat………………………………………………………………..3
BAB II. ISI
II.1.
Dasar Teori…………………………………………………………...4
II.2.
Pembahasan…………………………………………………………..9
BAB III. PENUTUP
III.1.
Kesimpulan………………………………………………………...15
III.2.
Saran………………………………………………………………..15
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………16
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Dewasa ini, minat masyarakat
untuk memanfaatkan kembali kekayaan alam
yaitu tumbuh-tumbuhan sebagai ramuan obat semakin meluas. Para ahli
terus-menerus mengadakan penelitian dan pengujian terhadap sejumlah tumbuhan
tertentu yang berkhasiat untuk pengobatan baik dalam maupun luar negeri.
Tradisi pengguanaan obat tradisional untuk berbagai tujuan telah dilakukan oleh
nenek moyang kita. Tren gaya hidup yang mengarah kembali ke alam membuktikan
bahwa sesuatu yang alami bukan berarti kampungan atau ketinggalan zaman. Salah
satu tujuannya adalah mengobati, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Hal
ini menunjukkan bahwa pengobatan tradisional menggunakan ramuan di negeri kita
sudah menjadi budaya dan sangat nyata kontribusinya
dalam menyehatkan masyarakat.
Tidak
sedikit orang berkecimpung di dunia kedokteran modern, saat ini kembali
mempelajari obat-obat tradisional. Tanaman-tanaman berkhasiat obat dikaji dan
dipelajari secara ilmiah. Hasilnyapun mendukung asumsi dan bukti bahwa tanaman
obat memang mamiliki kandungan zat-zat atau senyawa yang secara klinis (medis)
terbukti bermanfaat bagi kesehatan. Kelebihan dari pengobatan dengan
menggunakan ramuan tumbuhan secara tradisional tersebut adalah kurangnya efek
samping yang ditimbulkan seperti yang sering terjadi pada pengobatan kimiawi.
Mengingat kandungan khasiat yang sangat bermanfaat bagi kesehatan dan terbukti
efektif, efisien, aman, dan ekonomis, sudah saatnya jika pemanfaatan tanaman
obat ini dioptimalkan.
Secara
umum, kegunaan tumbuhan obat sebenarnya disebabkan oleh kandungan kimia yang
dimiliki. Namun, tidak seluruh kandungan kimia diketahui secara rinci, tetapi
pendekatan secara farmakologi berhasil menghasilkan informasi dari kegunaan
tumbuhan obat.
Salah
satu jenis tanaman obat tersebut adalah lidah buaya. Di dunia farmasi, lidah
buaya lebih dikenal dengan nama Aloe vera
Linn. Tanaman holtikultura ini keberadaannya telah dikenal sejak lama, bahkan
ibu-ibu sering menanamnya di pekarangan atau di pot-pot sebagai penghias rumah
dan sesekali diambil daunnya sebagai pencuci rambut atau sampo.
Walaupun
sudah dikenal lama, hanya sedikit saja masyarakat yang mengetahui manfaat dan
khasiat tanaman ini. Padahal, kandungan di dalam lidah buaya tidak sekedar
untuk pencuci rambut, tetapi juga bisa mengobati penyakit, menghaluskan kulit,
menyuburkan rambut, atau sebagai minuman dan makanan kesehatan. Dengan berbagai
keunggulan yang dikandungnya, tanaman berlendir ini dapat dijadikan lahan
bisnis baru, sehingga bias menjadi tanaman agroindustri.
Di
negara modern, keampuhan daun lidah buaya semakin terkenal, sehingga tidak
mengherankan jika ada yang menanamnya di dalam pot yang disimpan di dekat
dapur. Maksudnya, agar daun lidah buaya mudak diambil untuk obat saat ada
bagian tubuh yang terluka (tersayat atau luka bakar). Sebagai langkah dalam
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), cara ini tentu sangat baik untuk
ditiru oleh keluarga atau masyarakat di Indonesia.
I.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang di angkat pada karya tulis
ini adalah :
1.
Bagaimanakah
kandungan lidah buaya dapat diambil khasiat dan manfaatnya untuk pengobatan?
2.
Penyakit
apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman lidah buaya
tersebut?
I.3. Tujuan
Tujuan penulisan
dalam karya tulis ilmiah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui bagaimana kandungan tanaman lidah buaya dapat diambil khasiat dan
manfaatnya untuk pengobatan.
2.
Untuk
mengetahui penyakit apa saja yang dapat digunakan untuk pengobatan dari tanaman
lidah buaya ini.
I.4. Manfaat
Manfaat penulisan
dalam karya ilmiah ini adalah :
1.
Memanfaatkan
kandungan tanaman lidah buaya untuk pengobatan.
2.
Menyembuhkan
berbagai macam penyakit dengan tanaman lidah buaya ini.
BAB II
ISI
II.1. Dasar Teori
A.
Lidah
Buaya
Secara taksonomi, lidah buaya
diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan
berpembuluh)
SuperDivisi : Spermatophyta(Menghasilkan
biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkepingsatu / monokotil)
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkepingsatu / monokotil)
Ordo : Asparagales
Famili : Asphodelaceae
Genus :
Aloe
Spesies : Aloe vera L.
Spesies : Aloe vera L.
![]() |
Tanaman Lidah Buaya
Lidah buaya merupakan tanaman asli
Afrika, tepatnya di Ethopia, yang termasuk golongan liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi, tergantung
dari negara atau wilayah tempat tumbuh.
Latin, Prancis, Portugis, dan Jerman: aloe; inggris: crorodiles tongues;
Malaysia: jadam; China: lu hui; Spanyol: sa’villa; India: musabbar; Tibet:
jelly leek; Indian: ailwa; Arab: sabbar; Indonesia: lidah buaya; dan Filipina:
natau.
Tanaman lidah buaya diduga berasal
dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan
kosmetika sejak berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of remedies. Di dalam buku itu dikisahkan bahwa pada
zaman Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk
bahan baku kosmetika dan pelembab kulit. Pemakaiannya di bidang farmasi
pertama kali dilakukan oleh orang-orang Samaria sekitar tahun 1750 SM.
Beberapa sumber menyatakan bahwa
lidah buaya masuk ke Indonesia dibawa oleh petani keturunan cina pada abad
ke-17. Pemanfaatan tanaman ini di Indonesia masih sedikit, terbatas sebagai
tanaman hias di pekarangan rumah dan digunakan sebagai kosmetika untuk penyubur rambut. Pada tahun 1990 petani di
Kalimantan Barat mulai mengusahakan tanaman lidah buaya secara komersial yang diolah
menjadi minuman lidah buaya.
Lidah buaya termasuk suku Liliaceae.
Liliaceae diperkirakan meliputi 4000 jenis tumbuhan, terbagi dalam 240 marga,
dan dikelompokan lagi menjadi lebih kurang 12 anak suku. Daerah distribusinya
meliputi keseluruh dunia. Lidah buaya sendiri mempunyai lebih dari 350 jenis
tanaman.
Tanaman lidah buaya dapat tumbuh di
daerah kering, seperti Afrika, Asia, dan Amerika. Hal ini dapat disebabkan
lidah buaya dapat menutup stomata daun sampai rapat pada musim kemarau untuk
menghindari kehilangan air dari daunnya. Lidah buaya dapat juga tumbuh di
daerah yang beriklim dingin. Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam
penggunaan air, karena dari segi fisiologi tanaman ini termasuk dalam jenis CAM
(crassulance acid metabolism) dengan
sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata atau
mulut daun membuka, sehinnga uap air dapat masuk. Disebabkan pada malam hari
uadaranya dingin, uap air tersebut membentuk embun. Stomata yang terbuka pada
malam hari memberi keuntungan, yaitu tidak akan terjadi penguapan dari tubuh
tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat diperthankan.
Karenanya, dia mampu bertahan hidup dalam kondisi yang bagaimanapun keringnya.
Tanaman lidah buaya termasuk semak
rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat
yang kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40 – 90 cm, lebar 6
– 13 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun, serta bunga
berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002).
B.
Obat
tradisional
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan
yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dari bahan-bahan tersebut, yang secara tradisional telah digunakan
untuk pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional dibuat atau diramu
dari bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian (galenik), atau
campuran bahan-bahan tersebut. Obat tradisional secara turun-temurun telah
digunakan untuk kesehatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional telah
digunakan oleh berbagai aspek masyarakat mulai dari tingkat ekonomi atas sampai
tingkat bawah, karena obat tradisional mudah didapat, harganya yang cukup
terjangkau dan berkhasiat untuk pengobatan, perawatan dan pencegahan penyakit.
Menurut penelitian
masa kini, obat – obatan tradisional memang bermanfaat bagi kesehatan dan kini
digencarkan penggunaannya karena lebih mudah dijangkau masyarakat, baik harga
maupun ketersediaannya. Obat tradisional yang banyak dijual di pasaran dalam
bentuk kapsul, serbuk, simplisia, dan tablet. (Sastroamidjojo, 2001).
Untuk meningkatkan mutu suatu obat
tradisional, maka pembuatan obat tradisional haruslah dilakukan dengan
sebaik-baiknya mengikutkan pengawasan menyeluruh yang bertujuan untuk
menyediakan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku.
Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung dari bahan baku, bangunan,
prosedur, dan pelaksanaan pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemasan
termasuk bahan serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional.
Bahan-bahan ramuan obat tradisional
seperti bahan tumbuh-tumbuhan, bahan hewan, sediaan sarian atau galenik yang
memiliki fungsi, pengaruh serta khasiat sebagai obat, dalam pengertian umum
kefarmasian bahan yang digunakan sebagai simplisia. Simplisia adalah bahan
alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun
juga dan kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang dikeringkan.
Penggunaan bahan alam sebagai obat
tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak
berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo
(Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat
Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur
yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai
bahan bakunya (Sukandar E Y, 2006).
Obat
herbal telah diterima secara luas di hampir seluruh Negara di dunia. Menurut
WHO, negaranegara di Afrika, Asia dan Amerika Latin menggunakan obat herbal
sebagai pelengkap pengobatan primer yang mereka terima. Bahkan di Afrika,
sebanyak 80% dari populasi menggunakan obat herbal untuk pengobatan primer
(WHO, 2003). Faktor pendorong terjadinya peningkatan penggunaan obat herbal di negara
maju adalah usia harapan hidup yang lebih panjang pada saat prevalensi penyakit
kronik meningkat, adanya kegagalan penggunaan obat modern untuk penyakit
tertentu di antaranya kanker serta semakin luas akses informasi mengenai obat
herbal di seluruh dunia (Sukandar E Y, 2006).
WHO
merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam pemeliharaan
kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit, terutama untuk
penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker. WHO juga mendukung upaya-upaya
dalam peningkatan keamanan dan khasiat dari obat tradisional (WHO, 2003).
Penggunaan
obat tradisional secara umum dinilai lebih aman dari pada penggunaan obat
modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional memiliki efek samping yang
relatif lebih sedikit dari pada obat modern
Ramuan obat
tradisional ini bahkan telah mengalami perkembangan yang begitu pesat serta
diproses secara ilmiah dan modern. Dikonsumsi masyarakat dalam negeri, tetapi
sudah ke pasar luar negeri. Ini karena tumbuhan sebagai sumber nabati terbukti
mempunyai khasiat yang mujarab, tidak mempunyai efek samping, dan bahanya pun
mudah didapat. Bahkan dipercaya kalau tumbuh – tumbuhan justru dapat
menetralisir efek sampingan dari zat – zat aktif yang dapat membahayakan di
dalam tubuh. Jadi hanya tumbuh – tumbuhan saja yang dapat bekerja sebagai “Side
Effect Eliminating Substances” atau yang dikenal dengan SEES.
Penggunaan obat tradisional secara
umum lebih aman dari penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat
tradisional memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit daripada obat
modern. Efek samping obat tradisional relatif lebih kecil jika digunakan secara
tepat, yang meliputi:
1.
Kebenaran bahan
Tanaman obat di Indonesia terdiri
dari beragam spesies yang kadang kala sulit untuk dibedakan satu dengan yang
lain. Kebenaran bahan menentukan tercapai atau tidaknya efek terapi yang
diinginkan (Sastroamidjojo, 2001).
2.
Ketepatan dosis
Tanaman
obat, seperti halnya obat buatan pabrik memang tak bias dikonsumsi sembarangan.
Tetap ada dosis yang harus dipatuhi, seperti halnya resep dokter. Takaran yang
tepat dalam penggunaan obat tradisional memang belum banyak didukung oleh data
hasil penelitian. Peracikan secara tradisional menggunakan takaran sejumput,
segenggam atau pun seruas yang sulit ditentukan ketepatannya. Penggunaan
takaran yang lebih pasti dalam satuan gram dapat mengurangi kemungkinan
terjadinya efek yang tidak diharapkan karena batas antara racun dan obat dalam
bahan tradisional amatlah tipis. Dosis yang tepat membuat tanaman obat bias
menjadi obat, sedangkan jika berlebih bisa menjadi racun (Suarni, 2005).
3.
Ketepatan waktu penggunaan
Ketepatan
waktu penggunaan sangatlah penting. Kita tidak boleh asal meminumnya saja
diwaktu yang kita inginkan. Ketepatan waktu penggunaan obat tradisional menentukan
tercapai atau tidaknya efek yang diharapkan.
4.
Ketepatan cara penggunaan
Satu tanaman obat dapat memiliki
banyak zat aktif yang berkhasiat di dalamnya. Masing-masing zat berkhasiat
kemungkinan membutuhkan perlakuan yang berbeda dalam penggunaannya. (Patterson
S, dan O’Hagan D., 2002).
5.
Ketepatan telaah informasi
Perkembangan teknologi informasi saat
ini mendorong derasnya arus informasi yang mudah untuk diakses. Informasi yang
tidak didukung oleh pengetahuan dasar yang memadai dan telaah atau kajian yang
cukup seringkali mendatangkan hal yang menyesatkan. Ketidaktahuan bisa
menyebabkan obat tradisional berbalik menjadi bahan membahayakan.
6.
Tanpa penyalahgunaan
Tanaman obat maupun obat tradisional
relatif mudah untuk didapatkan karena tidak memerlukan resep dokter, hal ini
mendorong terjadinya penyalahgunaan manfaat dari tanaman obat maupun obat
tradisional tersebut.
7.
Ketepatan pemilihan obat untuk
indikasi tertentu
Dalam satu jenis tanaman dapat
ditemukan beberapa zat aktif yang berkhasiat dalam terapi. Rasio antara
keberhasilan terapi dan efek samping yang timbul harus menjadi pertimbangan
dalam pemilihan jenis tanaman obat yang akan digunakan dalam terapi.
II.2 Pembahasan
Lidah
buaya merupakan tanaman yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena merupakan tanaman yang fungsional
disebabkan semua bagian dari tanaman dapat dimanfaatkan, baik untuk perawatan
tubuh maupun untuk mengobati berbagai penyakit.
Berdasarkan
hasil penelitian, daun lidah buaya dapat verfungsi seagai anti-inflamasi,
antijamur, antibakteri, dan regenerasi sel. Di samping itu, lidah buaya
bermanfaat untuk menurunkan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes,
mengontrol tekanan darah, menstimulasi kekebalan tubuh terhadap serangan
penyakit kanker, serta dapat digunakan sebagai nutrisi pendukung bagi penderita
HIV. Penggunaannya dapat berupa gel dalam bentik segar atau bentuk bahan jadi (kapsul, jus, pasta, atau
makanan dan minuman kesehatan).
Bunga
dan akar juga memiliki khasiat mengobati penyakit. Bunga lidah buaya berkhasiat
mengobati luka memar dan muntah darah. Akarnya berkhasiat sebagai obat cacing
dan susah buang ai besar (sembelit).
Pada
taahun 1977 dilaporkan dalam Drugs and
Cosmetic Journal bahwa rahasia keampuhan Aloe Vera terletak pada kandungan zat nutrisinya, yakni
polisakarida (terutama glukomannan) yang bekerja sama dengan asam-asam amino
esensial dan sekunder, enzim oksidase, katalase, dan lipase, terutama
enzim-enzim pemecah protein (protenase). Enzim yang terakhir ini membantu
memecah jaringan kulit yang sakit akibat kerusakan tertentu dan membantu
memecah bakteri, sehingga gel Aloe Vera itu
bersifat antibiotik, sekaligus peredam rasa sakit. Sementara itu, asam amino
berfungsi menyusun protein pengganti sel yang rusak.
Jurnal
Alternative Medicine pada bulan Maret
1999 mempublikasikan “13 ways Aloe Vera can Help You” yang menyebutkan
efektitivitas lidah buaya dalam mengatasi berbagai masalah kesehatan. Beberapa
masalah yang disebut dalam jurnal tersebut diantaranya gangguan pencernaan,
mengatur keasaman lambung, meningkatkan kinerja lambung, menekan populasi
mikroorganisme usus tertentu, serta
dapat berfungsi sebagai laksatif dan mengobati luka di dinding usus.
Manfaat
lain dari gel lidah buaya adalah meningkatkan system kekebalan tubuh; menghilangkan
keletihan; menghilangkan stress; bahan pembersih tubuh; membantu menstabilkan
kadar kolesterol darah; meguatkan jaringan dan sel; menjaga kesehatan;
memperlambat penuaan dini; meningkatkan metabolisme tubuh; membantu
menyembuhkan dan menguatkan fungsi-fungsi tubuh; mengeluarkan bahan kimia;
serta sebagai pengawet, pewarna, dan pengharum buatan dari dalam tubuh.
Di
Amerika, lidah buaya mulai popular pada dekade 1930-an dengan adanya laporan
bahwa ekstrak gel lidah buaya dapat
digunakan untuk mengatasi luka akibat sinar X dan luka bakar akibat radiasi
sinar radium. Dalam kasus ini, pemanfaatan daging lebih banyak dari kulitnya.
Gel lidah buaya berisi glukomannan (salah satu grup dari polisakarida),
brandykinase (suatu inhibitor protease), magnesium laktat, senyawa
antiprostagladin, serta anti-inflamatori.
Penggunaan
sebagai salep (ointment) mempunyai
pengaruh antimilkroba yang dihasilkan lebih cepat dalam penyembuhan luka
dibandingkan dengan salep perak sulfadaniza. Sementara itu, ekstrak lidah buaya
mempunyai berbagai aktivits antibakteri.
Pada
tahun 1994, FDA, lembaga pengawas obat dan makanan Amerika Serikat, telah
menyetujui penggunaan ekstrak gel dengaan bahan aktif acemannan untuk mengobati
aphthous stomatitis. Penelitian saat
ini yang berkembang adalah penelaahan antiviral dan imunomodulator untuk mengobati orang yang terinveksi HIV. Di
samping itu, penelitian secara in vitro,
yakni percobaan yang dilakukan di dalam botol bahwa acemannan adalah suatu immunoenbancer yang dapat meningkatkan respon
menotif terhadap alloantigen, mastimulasi sitotoksik limposit T (membunuh sel
T), dan bekerja secara sinergis dengan terapi antiviral lainnya seperti
sidofudine (Retrofil) dan acyclovir
yang akan menghambat replikasi viral.
Pelepah
lidah buaya yang dipanen dapat dikelompokkan menjadi 3 bagian yang digunakan
yaitu:
a.
Daun
Keseluruhan
daunnya dapat digunakan langgsung, baik secara tradisional maupun dalam bentuk
eksudatnya.
b.
Eksudat
Eksudat
adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudat
beberbentuk kental, berwarna kuning, dan rasanya pahit.
c.
Gel
Gel adalah
bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun setelah
eksudat dikeluarkan. Gel sangat mudah rusak karena mengandung bahan aktif dan
enzim yang sangat sensitif terhadap suhu, udara, dan cahaya, serta bersifat
mendinginkan. Sifat gel lidah buaya sangat mudah teroksidasi karena adanya
enzim oksidase. Akibatnya, kontak bahan dengan udara (oksigen) akan mempercepat
prosees oksidasi, sehingga gel akan berubah menjadi kuning hingga cokelat (browning).
Getah lidah
buaya bersifat koloidal seperti lendir, terutama jika pH-nya mendekati basa
(saat daun masihh segar), bentuknya berupa gel (mirip agar-agar) yang lekat.
Namun, jika pH-nya mendekati asam (saat daun mulai layu),, akan berubah wujud
menjadi sol yamg bersifat lebih encer seperti sirup.
Efek
sinergistik (kerja sama saling memperkuat) zat-zat itulah yang menyebabkan
getah lidah buaya bias bertindak sebagai pendorong koagulasi yang kuat (oleh
gel), pendorong pertumbuhan sel-sel yang tadinya rusak karena luka (oleh
glikomannan), dan menciutkan jaringan sel. Dengan diciutkan dan didorongnya
pertumbuhan sel baru, sel-sel yang rusak cepat sembuh.
Kandungan
lidah buaya terdiri dari:
a.
Kandungan Berupa Cairan
Tanaman lidah
buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening seperti jeli dan cairan
berwarna kekuningan yang mengandung aloin.
1.
Cairan Bening seperti Jeli
Jeli lidah
buaya ini dapat diperoleh dengan membelah batang lidah buaya.jeli mengandung
zat antibakteri dan antijamur yang dapat menstimulasi fibroblast, yakni sel-sel
kulit yang berfungsi menyembuhkan luka.
Para ahli meyakini lidah buaya sangat mujarab karena mengandung
salisilat, yakni zat peredam sakit dan antibengkak yang juga terdapat dalam
aspirin.
2.
Eksudat atau Cairan Berwarna Kekuningan yang
Mengandung Aloin
Cairan
berwarna kekuningan yang mengandung aloin ini berasal dari lateks yang terdapat
di bagian luar kulit lidah buaya. Cairan ini tidak sama dengan jeli lidah
buaya, dianggap cukup aman dan banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar
komersial.
Komponen
yang terkandung dalam lidah buaya sebagian besar adalah air yang mencapai 99,5%
dengan total padatan terlarut hanya 0,49%, lemak 0,067%, karbohidrat 0,043%,
protein 0,038%, vitamin A 4,594 IU, dan Vitamin C 3,476 mg.
b.
Zat-zat yang Terkandungg dalam Lidah Buaya
Manfaat
lidah buaya beragam disebabkan kandungan bahan aktif yang dimilikinya yaitu
lignin, saponin, komplek anthraquinone aloin, barbaloiin, ester asam sinamat,
asam risophanat, ester oil, resistanol,vitamin B1, vitamin B2, asam folat,
amylase, katalase, lipase, mono & polisakarida, selulosa, rhamnosan,
mineral, asam amino, protein dan lainnya.
Enzim
protease bekerja sama dengan glukomannan mampu memecah bakteri yang menyerang
luka. Salah satu enzim dalam lidah buaya dapat memecah brandykinin, senya
penyebab rasa nyeri yang terbentuk di luka sehingga rasa nyeri tersebut dapat
hilang. Sementara itu, asam krisofan mendorong penyembuhan kulit yang mengalami
kerusakan. Karena itu pula, getah pulp lidah
buaya bersifat antiseptik sekaligus meredam rasa sakit.
Adanya
kalsium dalam lidah buaya dapat membantu pembentukan dan regenerasi tulang.
Kalium dan natrium berfungsi dalam
regulasi dan metabolism tubuh dan penting dalam pengaturan impuls saraf. Unsure
seng (Zn) berhubungan dengan kesehatan saluran dan air kencing.
Cairan
lidah buaya mamiliki keasaman (pH) yang natural, mirip dengan pH kulit manusia.
Hal ini dapat menghindari terjadinya
alergi kulit bagi pemakainya. Adanya senyawa lignin dan polisakarida lain
memberi kemampuan untuk menembus kulit secara baik, sekaligus sebagai media
pembawa zat-zat nutrisi yang diperlukan kulit. Asam aminonya akan membantu
perkembangan sel-sel baru dengan kecepatan luar biasa. Bersamaan dengan itu,
enzim-enzim yang terdapat dalam cairan lidah buaya akan membantu menghilangkan
sel-sel yang telah mati dari epidermis.
Beragamnya
unzur yang tekandung dalam lidah buaya membuat kandungan unsur ini sulit
dipisah-pisahkan kendati menggunakan peralatan canggih. Hanya, para ahli yakin
bahwa daya penyembuuhan dalam lidah buaya inilah yang merangsang mekanisme
penyembuhan dalam tubuh manusia.
Jumlah asam
amino, vitamin, enzim, antharaquinone, dan unsur lainnya tidak terdapat dalam
jumlah besar, tetapi karena digabungkan menjadi satu, membuahkan hasil yang
menakjubkan. Hal ini disebabkan unsur yang terdapat di dalam lidah buaya ini
menstimulasi macropage di dalam
tubuh. Macropage adalah salah satu
sel darah yang mengendalikan sistem
kekebalan tubuh.
Adapun
khasiat lidah buaya berdasarkan riset yaitu menghambat infeksi HIV, memberi
nutrisi tambahan bagi pengidap HIV, menurunkan kadar gula darah bagi penderita
diabetes, mencegah pembengkakan sendi, menghambat sel kanker, membantu
penyembuhan luka, menyembuhkan ambeien dan radang tenggorokan, antibakteri,
mengatasi gangguan pencernaan, dan membantu penyembuhan luka bekas operasi,
luka lecet, bisul bernanah, jerawat, memperlambat penuaan dini, anemia,
penyegar, mengurangi kebotakan rambut, sakit kepala, gigitan serangga, sakit
gigi, TBC, cacingan, dan lainnya.
BAB III
PENUTUP
III.1
Kesimpulan
Berdasarkan uraian
di atas dapat disimpulkan bahwa :
1.
Banyak kandungan yang terdapat di dalam tanaman lidah
buaya yang dapat digunakan untuk pengobatan tradisional.
2.
Berbagai macam penyakit yang dapat disembuhkan oleh
tanaman lidah buaya ini baik pemakaian secara luar maupun dalam seperti luka
bakar, bisul, sakit kepala, gigitan serangga, sakit gigi, TBC, cacingan, dan
lainnya.
III.2 Saran
Melalui karya tulis ini, penulis
menyarankan agar selain obat modern juga menggunakan obat tradisional untuk
penyembuhan penyakit terutama dengan tanaman lidah buaya karena banyaknya
manfaat yang dapat diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Thur. 1993. Tumbuhan Berkhasiat. Jakarta: Pasca
Setia.
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Caca dan Tim Cahaya.
2008. Pengobatan dengan Obat Alami.
Jakarta: Multazam Mulia Utama.
Furnawanthi, Irni. 2002. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman
Ajaib. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Kloppenburg, J. 1983. Petunjuk lengkap Mengenai Tanam-tanaman Di
Indonesia dan Khasiatnya sebagai Obat-obatan Tradisionil. Yogyakarta:
Bethesda.
Kusuma, Hembing Wijaya. 1999. Penyembuhan dengan Tanaman Obat.
Jakarta: Gramedia.
Patterson S, O’Hagan D., 2002,
Biosynthetic studies on the tropane alkaloid hyoscyamine in Datura stramonium;
hyoscyamine is stable to in vivo oxidation and is not derived from littorine
via a vicinal interchange process., Phytochemistry, 61(3): 323-9.
Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Jakarta: Dian
Rakyat.
Suarni. 2005.Tanaman Obat tak Selamanya
Aman. http://pikiranrakyat.com. Diakses Desember 2010.
Sukandar, E. Y. Tren dan Paradigma
Dunia Farmasi. Industri-Klinik-Teknologi Kesehatan, disampaikan dalam orasi
ilmiah Dies Natalis ITB. http://itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies-45.pdf. Diakses Desember 2010.
Thomas, A. N. S. 1989.
Tanaman Obat Tradisional I.
Yogyakarta : Kanisius.
WHO. 2003. Traditional medicine. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs134/en/. Diakses Desember 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar